Pimpinan KPK: Pemahaman DPR soal Indeks Persepsi Korupsi Keliru
http://www.srinadifm.com/2018/02/pimpinan-kpk-pemahaman-dpr-soal-indeks.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Laode M. Syarif mengatakan, peningkatkan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) bukan hanya menjadi tugas KPK. DPR dan pemerintah pun ikut memiliki tugas dalam meningkatkan skor IPK, sebab banyak komponen yang dijadikan penilaian.
Dalam rekomendasi Pansus Hak Angket terhadap KPK, Pansus meminta KPK meningkatkan IPK dalam kurun waktu lima tahun.
Menurut Laode, ada persepsi yang keliru dari DPR terkait peningkatan skor IPK. Ia menegaskan bahwa banyaknya penindakan dalam upaya pemberantasan korupsi tak banyak mempengaruhi skor IPK.
"Peningkatan CPI itu bukan tugasnya KPK saja. Bahwa ada persepsi yang keliru di parlemen mengatakan bahwa paling bnyak penindakan mempengaruhi CPI itu salah sekali. Kalau banyak penindakan itu nilai plus pemberantasan korupsi,"ujar Laode dalam diskusi di kantor Transparency International Indonesia, Jakarta Selatan, Minggu (18/2/2018).
Laode menjelaskan, ada banyak faktor atau komponen yang mempengaruhi skor IPK di Indonesia. Salah satunya adalah komponen relasi antara politik dan bisnis yang menjadi tanggung jawab DPR.
"Salah satunya political services, itu paling banyak dan jadi tanggung jawab parlemen. Relasi politik dan bisnis. Lihat siapa yang di parlemen dan yang punya bisnis," tuturnya.
Menurut Laode, KPK sebenarnya tidak keberatan jika diberikan tugas untuk menaikkan skor IPK. Namun, hal tersebut akan sulit dicapai tanpa dukungan pihak lain.
"Kalau kita ditugaskan untuk bertanggungjawab seperti itu maka harus didukung pihak lain. Tata kelola itu harus dari legislatif dan eksekutif," tuturnya.
sumber : kompas.com