Kratom, Dilema Daun Ajaib dan Zat Berbahaya

Kratom, Dilema Daun Ajaib dan Zat Berbahaya

Srinadi 99,7 FM | Radio Bali  Jika menyebut kopi bisa dipastikan hampir semua orang akan paham arah pembicaraan, namun ceritanya akan ketika bertemu dengan kata Kratom meskipun sebenarnya daun Kratom (Mitragyna speciosa) adalah tanaman yang berasal dari keluarga kopi

Kratom sudah lama dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai 'obat ajaib' segala penyakit, mulai dari kecanduan opioid, penghilang rasa sakit, hingga mengatasi kecemasan.

Kepopuleran akan khasiat daun ini juga telah diakui sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia hingga Papua Nugini sejak berabad-abad lalu.
Faisal Perdana, seorang warga Indonesia, mengatakan sudah cukup lama mengkonsumsi daun Kratom sebagai pengobatan alternatif. Dia mengaku banyak manfaat yang ia rasakan selama mengonsumsi daun tersebut.

Daun Kratom biasanya dikeringkan dan dikonsumsi dengan cara diseduh sebagai minuman teh atau dalam bentuk kapsul.

Menurut Faisal daun tersebut memiliki banyak khasiat mulai dari membantu rileks, mengobati insomnia, hingga kecanduan narkoba.

"Saya mengonsumsi Kratom dan tidak memiliki masalah atau efek samping. Daun ini juga bisa membantu meningkatkan stamina," katanya, seperti yang dikutip dari AFP, Minggu (10/2).

Kratom mampu menstimulasi reseptor otak layaknya morfin, meski dengan efek samping yang jauh lebih ringan.

Karena khasiatnya, tanaman yang banyak ditemui di daerah pedalaman Kalimantan itu semakin banyak digandrungi orang. Mulai dari untuk konsumsi pribadi hingga bisnis ekspor ke seluruh dunia.

Tingginya permintaan membuat banyak petani karet dan kelapa sawit di Kalimanta, seperti di Kapuas Hulu, mulai beralih garapan menanam pohon Kratom.

Gusti Prabu menjadi salah satu orang yang mengais untung dari khasiat daun Kratom. Dia sejauh ini telah mengekspor sedikitnya 10 ton bubuk Kratom ke berbagai negara.
"Nenek moyang kita memanfaatkan Kratom dan tidak ada efek samping dari itu. Daun ini dapat membantu menghilangkan kecanduan narkoba dan membantu orang melakukan detoksifikasi," ujar Gusti.

Keuntungan berbisnis Kratom tak bisa dianggap sepele. Berdasarkan data 2016, sedikitnya 400 ton Kratom dikirim ke luar negeri dari Kalimantan setiap bulannya. Nilai penjualan daun tersebut mencapai US$130 juta per tahun atau sekitar US$30 per kilogram.

Sebagian besar pelanggan disebut membeli Kratom secara daring melalui Facebook dan Instagram.

Menurut Kepala Kantor Pos Kalimantan Barat, Zaenal Hamid, sekitar 90 persen pengiriman dari wilayahnya adalah paket Kratom yang dijual ke Amerika Serikat.

Daun ajaib atau obat berbahaya?

Terlepas dari khasiatnya, kepopuleran Kratom memicu kekhawatiran banyak pemerhati kesehatan. 

Meski para ilmuwan mengatakan Kratom memiliki efek positif, namun hingga kini masih sedikit sekali penelitian yang menganalisis keamanan dan efek samping keseluruhan dari daun tersebut.

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), salah satu senyawa yang ditemukan dalam kandungan Kratom adalah opioid yang mampu memicu kecanduan hingga kematian.
Sebagai importir utama Kratom, Pemerintah Amerika Serikat bahkan menyebut penggunaan daun tersebut memicu puluhan kasus kematian di negaranya.

FDA mendesak pembatasan lebih besar lagi terhadap penjualan Kratom menyusul masih ada 43 negara bagian AS yang melegalkan konsumsi daun tersebut. 

"Khawatir bahwa Kratom tampak memiliki risiko membuat pengguna kecanduan, penyalahgunaan, dan ketergantungan, FDA mengimbau konsumen untuk tidak menggunakan lagi obat tersebut," bunyi pernyataan FDA.

Saat ini, Indonesia, Malaysia, dan Thailand juga telah melarang konsumsi Kratom. Namun, produksi dan penggunaan daun tersebut masih tetap banyak.
























sumber : CNNIndonesia.com

Related

Gaya Hidup 2910589163728067291

Post a Comment

emo-but-icon

item