Pemerintah Didesak Usut Tuntas Penembakan di Paniai, Papua

http://www.srinadifm.com/2014/12/pemerintah-didesak-usut-tuntas.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat, mahasiswa Papua di Jakarta dan
organisasi kemasyarakatan lainnya melakukan aksi unjuk rasa di depan
Istana Negara Jakarta hari Rabu (17/12).
Mereka menuntut Presiden Joko Widodo bertindak tegas mengusut tuntas
kasus penganiayaan dan penembakan lima warga sipil Enarotali, Paniai,
Papua yang terjadi beberapa waktu lalu.
Veronika Koman dari lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan
presiden Jokowi harus memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk
menuntaskan kasus ini dan memberi tindakan tegas terhadap aparatnya jika
terbukti bersalah.
Dia menyayangkan sikap Jokowi yang hingga kini belum memberikan pernyataan apapun sehubungan dengan kasus tersebut.
Selain itu, Veronika juga mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) agar membentuk komisi penyelidikan pelanggaran hak asasi
manusia atau yang biasa disebut dengan KPP HAM.
Menurutnya, komisi ini sangat penting dilakukan agar kasus
penganiayaan dan penembakan warga sipil di Pania segera terungkap dan
dituntaskan.
Selama ini lanjut Veronika, seringkali kasus kekerasan yang dilakukan
oknum aparat tidak tuntas dan dibiarkan, apalagi jika itu terjadi
Papua. Hal ini menyebabkan kasus kekerasan di Papua terus terjadi karena
tidak ada efek jera.
Veronika mengatakan, "Pak Jokowi suruh anak buahnya (Panglima TNI dan
Kapolri) untuk mengusut tuntas. Dulu kita selalu kecam SBY yang cuma
prihatin-prihatin aja, tetapi sekarang Jokowi prihatin aja nggak, lebih
parah. Padahal Jokowi dikasih suara banyak oleh Papua, sekarang suara
dia malah tidak ada untuk Papua."
Di tempat berbeda, Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai mengatakan
saat ini lembaganya telah mengirim tim untuk menyelidiki kasus
penembakan dan penganiayaan yang terjadi 8 Desember 2014 di Paniai,
Papua .
Menurutnya tim Komnas HAM juga telah bertemu saksi, keluarga korban,
pemerintah daerah. Sementara TNI dan Polri menolak menemui Komnas HAM.
Temuan sementara terungkap bahwa saksi yang melihat ciri-ciri penembak mendeskripsikan mereka bukan orang asli Papua.
Natalius mengatakan penembak berkulit sawo matang. Natalius
mengatakan pendatang dari luar Papua umumnya tidak memiliki senjata.
Yang memiliki senjata hanya anggota TNI dan Polri.
Selain itu, kendaraan yang digunakan oleh sekitar 5 orang penyerang itu menggunakan plat B dari Jakarta.
"Indikasi peristiwa pertama, pelakunya lebih mengarah ke TNI, yang
pakai motor maupun mobil yah. Mobilnya itu menggunakan plat B, plat B di
wilayah itu hanya digunakan tim khusus TNI karena mobil itu terbatas
bisa dihitung. Peristiwa kedua itu gabungan TNI/Polri karena itu di
lapangan atau seperti alun-alun," papar Natalius.
Kasus di Paniai ini bermula dari penghadangan yang dilakukan tiga
remaja terhadap motor yang diduga ditumpangi anggota TNI Senin (8/12)
dini hari lalu. Ketiga remaja tersebut meminta mereka untuk menyalakan
lampu motornya.
Tidak terima ditegur oleh tiga anak yang masih berumur belasan itu,
mereka datang dengan serombongan prajurit dengan menggunakan mobil
Fortuner dan langsung mencari pelaku anak remaja yang menegur tadi. Dua
berhasil kabur, namun Julianus Yeimo bernasib nahas. Dia dipukuli hingga
tidak sadar dan ditembak, sampai akhirnya tewas.
Kematian Julianus memicu kemarahan warga. Ratusan orang berkumpul di
depan markas koramil dan polsek menuntut pertanggung jawaban. Situasi
kian tidak terkendali hingga akhirnya rusuh. Aparat kemudian melepaskan
tembakan yang menewaskan empat orang.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan pemerintah sangat prihatin atas
peristiwa penembakan yang terjadi di Kabupaten Paniai, Papua.
Dia mengungkapkan telah memerintahkan aparat keamanan untuk mendalami
kejadian yang sebenarnya terjadi di Papua dan menghukum oknum yang
dianggap bertanggungjawab.
"Tentu kita perintahkan aparat keamanan untuk meneliti apa yang
terjadi untuk memeriksa siapa yang salah," ujar Wapres Jusuf Kalla.
Source : voaindonesia.com