Pungli & Kapolda yang tak seirama dengan Kapolri dalam seleksi Akpol



Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Dalam keputusan hasil kelulusan sementara calon taruna akademi kepolisian yang dilaksanakan di Polda Jabar, hanya 12 putra daerah dan 11 orang non-putra daerah yang dinyatakan lulus. Dari sini semua bermula. Kekisruhan perekrutan calon anggota Polri terjadi hampir di semua tingkatan, mulai dari Tamtama, Brigadir dan Perwira lewat Akpol.
Sejumlah orang tua melayangkan protes terkait kebijakan yang tertuang dalam keputusan Kapolda Jabar Nomor Kep/702/VI/2017, yang dikeluarkan 23 Juni 2017. Dalam keputusan Kapolda tersebut, diatur pedoman penerapan persentase kelulusan tingkat panitia daerah (panda) bagi putra-putri daerah dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri secara terpadu (Akpol, Bintara, Tamtama) TA 2017 Panda Polda Jabar.
Kabar ini terdengar hingga ke Jakarta. Orangtua peserta seleksi calon taruna Akpol mengadukan keberatan kepada Propam Mabes Polri. Para orangtua tersebut merasa tak terima dengan adanya aturan memprioritaskan putra daerah. Mabes Polri langsung merespon dengan menerjunkan tim menyelidiki kisruh penerimaan calon taruna Akpol di Polda Jabar. Tim dipimpin ‎Asisten SDM Kapolri, Irjen Arief Sulistyanto, diterima Irwasda Polda Jabar Kombes Rusli Hedyaman, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Yusri Yunus dan PJU Polda Jabar.
Tim dari Jakarta terdiri dari Sumber Daya Manusia (SDM) Polri, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, dan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri membawa hasil proses seleksi terutama tahap pemeriksaan kesehatan dari panitia seleksi.
"Kami membawa semua hasil-hasil nilai yang sudah diperoleh, terutama yang terakhir. Keputusan panitia daerah yang dalam hal ini diambil Kapolda, mulai setiap tahap ada keputusan satu yang gugur siapa, yang lolos siapa. Itu ada keputusan. Semua keputusan sudah kita kumpulkan (datanya)," jelas ‎Asisten SDM Kapolri, Irjen Arief Sulistyanto.
Dia tidak memungkiri jika ada keputusan yang melakukan penerimaan dengan mengategorisasikan putra daerah adalah salah. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak mengikuti prosedur penerimaan Taruna Akpol dari panitia pusat atau Mabes Polri.
"‎Panitia Pusat sudah merumuskan ketentuan yang harus diikuti panitia daerah. Dari 33 Polda di seluruh Indonesia, 32 tidak bermasalah. Jadi memang ini hanya di Polda Jawa Barat terjadi kericuhan," ucapnya.
Kapolda Jabar Irjen Pol Anton Charliyan buka suara terkait kisruh yang terjadi pada penerimaan calon taruna Akpol 2017 oleh panitia daerah. Secara tegas Anton membantah memprioritaskan putra daerah dalam perekrutan calon prajurit Polri.
"Itu enggak ada (prioritas daerah). Tidak pernah ada surat keputusan itu. Hanya berdasarkan penilaian-penilaian yang sampai saat ini juga belum selesai," kata Anton saat ditemui di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Senin (3/7).
Dia menyebut, yang disampaikan orang tua para calon anggota prajurit Polri hanya sebatas isu yang tidak memiliki bukti otentik kuat. Menurutnya, ada segelintir oknum yang memainkan isu prioritas putra daerah sehingga penerimaan calon taruna akpol jadi polemik. Anton menuding, upaya bersih-bersih yang dilakukan pada penerimaan Akpol itu mendapatkan pertentangan dari mereka yang tidak lolos. Dia membuktikan itu dengan penangkapan tiga orang, termasuk yang berasal dari anggota Polri yang diduga bermain kotor dalam proses seleksi.
"Ini ditemukan dari beberapa orang yang sudah ditangkap yaitu satu PNS, dan satu dari anggota polri dan satu dari calo. Dan masih ada yang lain yang masih dikembangkan," kata Anton.
Tiga orang yang ditangkap terkait perekrutan Bintara itu masing-masing inisial Aiptu E, dan Brigadir Y dan satu dari warga sipil yakni N. ‎Dia menjelaskan, ada 1.151 peserta yang mendaftar melalui jalur Bintara. Dari perekrutan itu ada 219 yang diloloskan panitia untuk tahap selanjutnya. Padahal mereka tidak memenuhi syarat. Jumlah itu kemudian langsung dianulir setelah ramai isu penerimaan calon anggota Polri yang dinilai tidak transparan.
"Dan yang lulus itu khusus 219 yang tidak memenuhi syarat. Saya tidak ingin calon-calon (anggota Polri) di Jabar tidak berkualitas. Tapi justru di awal (perekrutan) sudah ditemukan," terangnya.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Yusri Yunus menambahkan, dalam pengungkapan praktik percaloan seleksi akpol, para pelaku memetik sejumlah uang dengan kisaran Rp 200 sampai Rp 350 juta untuk bintara dan tamtama. Mereka menjanjikan kelulusan bagi para calon prajurit Polri. "Bintara saja katanya bisa sampai Rp 350 juta. Nah itu sespim, Akpol kita masih dalami," imbuh Yusri di tempat sama.
Namun Mabes Polri justru punya penilaian sendiri. Mabes Polri mengakui adanya kebijakan Kapolda Jabar yang memprioritaskan putra daerah dalam proses seleksi calon Akpol di Polda Jabar. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadivhumas) Polri, Irjen Setyo Wasisto memastikan, aturan tersebut diterbitkan tanpa sepengetahuan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Karena itu Mabes Polri memastikan mencabut kebijakan itu. "Ya begitu. Karena itu makanya dianulir," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (3/7).
Terlebih ada sejumlah pelaporan dari orangtua peserta seleksi calon taruna Akpol yang mengadukan keberatan kepada Propam Mabes Polri. Para orangtua tersebut merasa tak terima dengan adanya aturan memprioritaskan putra daerah. Mabes Polri menegaskan akan menganulir kebijakan Kapolda Kapolda Jabar tentang kuota Putra daerah dan Non Putra Daerah. Selain itu pihaknya juga akan membatalkan keputusan Kapolda Jabar tentang penentuan kelulusan calon taruna terpilih.
"Ada ketidakpuasan dari para peserta yang tentunya tidak hanya orang tua, calonnya aja nangis, di video kan ada. Bagaimana rasanya ketika dia sudah tes, sudah merasa ranking yang terbuka, nilai bagus ternyata tidak diluluskan hanya karena dianggap bukan putra daerah," tutur Setyo.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui adanya permintaan dari Polda Jabar terkait prioritas bagi putra daerah. Namun secara tegas Tito menolaknya. Menurutnya, tidak ada prioritas putra daerah dalam seleksi calon akpol di Jabar. Istilah putra daerah hanya berlaku untuk daerah prioritas yakni Papua.
"Memang ada suara dari permintaan masyarakat Jawa Barat, agar ada prioritas warga jabar asli istilahnya putra daerah. Tapi peraturan kapolri dengan tegas yang ada peraturan putra daerah prioritas hanya untuk di Papua," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta, Senin (3/7).
Papua menjadi daerah prioritas dalam rangka memberikan kesempatan bagi putra daerah yang tinggal di pegunungan. Sebab, akses pendidikan di wilayah pegunungan Papua dianggap belum setara dengan sejumlah daerah maju lainnya. Sementara untuk wilayah lainnya, dia menganggap sudah ada kesetaraan dari segi pendidikan. Apalagi di wilayah Jawa Barat, Tito menyebut banyak bibit unggul sehingga tidak diperlukan lagi kekhususan putra daerah dalam seleksi taruna Akpol.
"Apalagi Jawa Barat yang bibit unggul, tidak ada istilah putra daerah. Semua sama, ranking yang menentukan," kata dia.
Akhirnya, proses seleksi calon Akpol dari Polda Jabar langsung diambil alih panitia pusat, dalam hal ini Mabes Polri. Dia menuturkan, panitia pusat seleksi calon Akpol akan melakukan verifikasi dan melaksanakan sidang penentuan calon terpilih dari panitia Jabar untuk ikut tes secara nasional. "Rekrutmen ini diambil alih sama Mabes," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto.
Setyo menambahkan, Kapolri Jenderal Tito juga akan menerbitkan Surat Perintah pembentukan Tim Verifikasi Gabungan Mabes Polri (SSDM), Pusdokkes dan Div Propam) dan Polda Jabar. "Melaksanakan Sidang Penentuan kelulusan Catar dari Panda Jabar dalam waktu dekat sesuai norma dan ketentuan yang berlaku dengan prinsip obyektivitas dan mengutamakan kualitas," tegasnya.
Kapolda Jabar Irjen Anton tidak keberatan dengan keputusan Mabes Polri mengambil alih proses perekrutan dan seleksi calon taruna Akpol 2017. "Mungkin lebih baik ke sana, silakan saja Mabes Polri ambil alih. Kita harus loyal kepada keputusan tim Mabes polri," kata Anton.
Setelah terjadi kekisruhan dalam proses seleksi Akpol, Kapolda mendukung dibentuknya tim panitia baru.
"Karena kalau saya mengumumkan lagi toh kita pun juga memang harus diserahkan ke Mabes supaya nanti ada keputusan sendiri. Kalau di sini nanti terjadi ada dua panitia yang satu mempertahankan kebenarannya masing-masing," jelasnya.
"Dari pada di sini ribut, sudah lebih baik ke Mabes. Emang permintaan kita juga sudah diambil alih mabes untuk menunjukkan kalau di sini tidak ada apa-apanya. Yang keberatan berarti ada apa-apanya," ucapnya.
(Merdeka.com)

Related

Indonesia 3444572112155255931

Post a Comment

emo-but-icon

item