Mengintip Pabrik Mi Tradisional di Bantul


Pabrik Mi Lethek Tradisional Bantul Yogyakarta

Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Suara kayu beradu sahut menyahut dengan lenguhan sapi yang menggerakkan batu alat giling di pabrik pembuatan mi tradisional, di Dusun Bendo, Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (22/8/2017).
Pabrik yang telah berdiri sejak 1940-an itulah, menjadi wadah bagi sekitar 20 warga Dusun Bendo, yang sebagian telah berumur di atas 50 tahun, menggantungkan hidupnya sebagai pembuat mi, yang dikenal sebagai mi lethek (lethek dalam bahasa Jawa berarti kusam).

Berada di tepian Sungai Progo, pabrik mi lethek ini hampir tidak menggunakan alat produksi modern. Semua peralatan menggunakan alat tradisional, seperti alat penggiling tepung berupa batu silinder seberat 1 ton yang ditarik menggunakan tenaga sapi, dan oven berbahan bakar kayu.

Perbedaan hanya terlihat pada penggunaan mesin pencetak mi menggunakan mesin. Yasir Ferry Ismatrada pemilik pabrik mengatakan, penggunaan mesin karena pekerja yang sudah berumur dan kecepatan proses pencetakan, dulu dibutuhkan delapan orang untuk pengerjaan manual, sekarang hanya butuh tiga orang dibantu dengan mesin pencetak.

Mi lethek terbuat dari bahan dasar tepung tapioka atau tepung singkong yang dicampur dengan gaplek Kedua bahan itu diaduk dengan menggunakan alat berbentuk silinder. Setelah bahan baku diaduk, dimasukkan ke tungku kukusan, lalu diaduk lagi untuk mengatur kadar airnya. Kemudian adonan tersebut dicetak dan dikukus lagi. Proses terakhir berupa pencetakan dan penjemuran mi hingga kering.

Pabrik yang dikelola turun-temurun ini beroperasi secara tradisional dengan menggunakan tenaga manusia yang berusia lanjut dan hanya mampu memproduksi mie sebanyak 10 ton setiap bulannya. Jumlah tersebut masih jauh dari permintaan, yang bahkan hingga kini terus meningkat. Namun, keberadaan pabrik yang masih tradisional tersebut, juga dinilai memiliki potensi sebagai obyek wisata baru.

Mi Garuda dijual dengan harga Rp 70.000 per lima kilogram dan dipasarkan di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Walaupun di pasaran harus bersaing dengan banyaknya mi yang diproduksi pabrik modern, mi lethek sebagai salah satu kekayaan kuliner di Nusantara tetap bertahan hingga sekarang dengan ciri khas rasa dan cara pembuatannya yang masih tradisional. 

(Kompas.com)

Related

Berita Ekonomi 5292955412805292165

Post a Comment

emo-but-icon

item