Petani Salak Batal Dapat Bantuan
http://www.srinadifm.com/2017/11/petani-salak-batal-dapat-bantuan.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Petani salak di kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Agung di Karangasem batal mendapatkan bantuan pengembangan tanaman salak. Penyebabnya yakni ancaman erupsi Gunung Agung, yang berlangsung hingga kini, sehingga bantuan senilai Rp 500 juta tak bisa direalisasikan. Bantuan tersebut terpaksa dikembalikan ke Kementerian Pertanian.
Sebelumnya bantuan pengembangan salak, khususnya salak gula pasir dialokasikan Pusat bersamaan dengan pengembangan sejumlah tanaman hortikultura Bali lainnya. Diantarannya jeruk di Kabupaten Buleleng dan manggis di Kabupaten Tabanan.
Pengembangan salak yakni salak gula pasir direncanakan di kawasan Jungutan (Karangasem). Namun kawasan Jungutan masuk dalam KRB Gunung Agung. Karena kondisi itulah, bantuan yang diprogramkan dalam wujud bibit, pupuk dan lainnya tidak jadi direalisasikan.
“Itu sudah kami kembalikan,” ujar Kabid Produksi Pangan dan Tanaman Hortikultura I Wayan Sunarta, Kamis (2/11). Menurut Sunarta nilai bantuan sekitar Rp 0,5 miliar untuk 25 hektare lahan. Bantuan Pusat itu muncul dalam APBN (Perubahan 2017).
“Karena kondisinya seperti itu mesti dikembalikan,” kata Sunarta. Dia berharap tahun depan bantuan tersebut bisa dikembalikan bisa dikucurkan Pusat. Sedang bantuan untuk pengembangan budidaya jeruk di Buleleng, manggis di Tabanan tidak ada masalah. Bantuan tersebut bisa direalisasikan, karena tidak ada kendala di lapangan.
Bantuan untuk pengembangan tanaman jeruk nilai sekitar 0,5 miliar dengan cakupan luas lahan sekitar 20 hektare. Untuk pengembangan budidaya manggis di Tabanan senilai Rp 1,5 miliar dengan luas areal budidaya sekitar 75 hektare. ”Untuk total nilai semuanya saya kurang jelas, namun sekitar itu,” kata Sunarta.
Bantuan pengembangan tanaman buah atau hortikultura tersebut diharapkan mampu merangsang produktivitas produk buah lokal Bali. Sekaligus nanti, meningkatkan pemanafaatan produksi buah lokal di Bali. “Ini juga bentuk edukasi, karena kita punya potensi buah lokal. Tidak semata-mata buah produk impor,” tegas Sunarta.
(NusaBali)