BI Bali Awasi Uang Virtual
http://www.srinadifm.com/2018/02/bi-bali-awasi-uang-virtual.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali akan memperketat pengawasan mata uang virtual setelah sebelumnya diidentifikasi sekitar 44 jenis usaha menggunakan alat pembayaran ilegal itu. "Kami akan tetap mengawasi dan menyisir lokasi lainnya," kata Kepala Perwakilan BI Bali Causa Iman Karana, Minggu (4/2).
Menurut Causa, pihaknya menyiapkan tim yang terjun ke lapangan memastikan keberadaan mata uang virtual itu dapat diminimalisasi. Selain itu, ia juga memantau perkembangan di media sosial dan situs dalam jaringan karena transaksi mata uang digital itu digunakan di media tersebut, termasuk menerima informasi dari masyarakat apabila menemukan praktik ilegal tersebut.
Sebelumnya, lanjut dia, tim dari bank sentral itu mengidentifikasi sekitar 44 jenis usaha di bidang perhotelan, jasa sewa kendaraan, kafe, hingga paket wisata di Bali memanfaatkan mata uang virtual jenis bitcoin dalam transaksi mereka.
Dari 44 usaha itu, sebagian besar mengaku telah menghentikan sistem pembayaran ilegal tersebut. Sedangkan dua usaha lain yakni kafe di Ubud, kata dia, setelah didatangi tim terkait mengaku sudah tidak lagi menggunakan bitcoin. "Mereka sudah mematuhi larangan Bank Indonesia," imbuh pria yang akrab disapa CIK itu.
Kini, bank sentral itu sudah mendata jenis usaha tersebut termasuk latar belakang dan identitas pemilik usaha untuk dapat diantisipasi apabila tercium kembali melakukan hal serupa. BI menilai mata uang virtual berisiko dan sarat spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat dasar dari harga mata uang serta nilai perdagangan yang fluktuatif.
Akibatnya, rentan terhadap risiko penggelembungan serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.
Bitcoin, kata dia, merupakan satu dari lima besar mata uang virtual di dunia seperti ethereum, ripple, bitcoin cash dan cardano dari total jumlahnya mencapai sekitar 1.300 mata uang digital.
Menurut Causa, pihaknya menyiapkan tim yang terjun ke lapangan memastikan keberadaan mata uang virtual itu dapat diminimalisasi. Selain itu, ia juga memantau perkembangan di media sosial dan situs dalam jaringan karena transaksi mata uang digital itu digunakan di media tersebut, termasuk menerima informasi dari masyarakat apabila menemukan praktik ilegal tersebut.
Sebelumnya, lanjut dia, tim dari bank sentral itu mengidentifikasi sekitar 44 jenis usaha di bidang perhotelan, jasa sewa kendaraan, kafe, hingga paket wisata di Bali memanfaatkan mata uang virtual jenis bitcoin dalam transaksi mereka.
Dari 44 usaha itu, sebagian besar mengaku telah menghentikan sistem pembayaran ilegal tersebut. Sedangkan dua usaha lain yakni kafe di Ubud, kata dia, setelah didatangi tim terkait mengaku sudah tidak lagi menggunakan bitcoin. "Mereka sudah mematuhi larangan Bank Indonesia," imbuh pria yang akrab disapa CIK itu.
Kini, bank sentral itu sudah mendata jenis usaha tersebut termasuk latar belakang dan identitas pemilik usaha untuk dapat diantisipasi apabila tercium kembali melakukan hal serupa. BI menilai mata uang virtual berisiko dan sarat spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat dasar dari harga mata uang serta nilai perdagangan yang fluktuatif.
Akibatnya, rentan terhadap risiko penggelembungan serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.
Bitcoin, kata dia, merupakan satu dari lima besar mata uang virtual di dunia seperti ethereum, ripple, bitcoin cash dan cardano dari total jumlahnya mencapai sekitar 1.300 mata uang digital.
sumber: nusabali.com