Gara-gara Ribuan Kendaraan Pelat Luar Berseliweran di Bali, Potensi Pajak Menguap Rp 4 M Tiap Tahun

Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Pemerintah Provinsi Bali kehilangan potensi pajak kendaraan bermotor senilai Rp 4 miliar setiap tahun.
Ini akibat banyaknya kendaraan bermotor berpelat luar Bali yang menetap di Bali, namun membayar pajak di luar Bali.
Berdasarkan data dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Bali, saat ini diasumsikan terdapat 1.000 lebih kendaraan berpelat luar Bali yang harusnya membayar pajak.Akan tetapi tidak terdaftar sebagai wajib pajak karena menggunakan pelat luar Bali.
Data ini pun baru sebatas hasil dari sidak yang digelar oleh tim gabungan alias belum data pasti sesuai realita di lapangan. Bisa jadi jumlah riilnya lebih dari 1.000 kendaraan.
“Yang saya bisa informasikan adalah data yang kami dapatkan hasil razia gabungan, kedua dari door to door, ketiga razia yang digelar oleh Satpol PP, dan dishub. Dari data tersebut ditemukan 1.000 lebih yang tinggal lebih dari tiga bulan, namun berpelat luar Bali," kata Kepala Bapenda Provinsi Bali, Made Santha, kepada Tribun Bali, pekan lalu.
Bapenda masih berusaha mendeteksi jumlah kendaraan luar pelat Bali yang berdomisili, atau menjalankan usaha di Bali.
Sebab, selain kehilangan potensi pajak, Bali juga dirugikan secara infrastruktur.
"Ketika mereka yang tidak memutasi pelatnya kan menggunakan infrastruktur di Bali, tapi bayar pajaknya di luar. Nah ini saya mohon kesadarannya," kata Santha.
Pantauan Tribun Bali, baik di pusat Kota Denpasar, dan jalan-jalan di daerah Badung selatan, tampak kendaraan berpelat luar Bali berseliweran setiap hari.
Kendaraan yang berpelat luar Bali kebanyakan roda empat atau mobil dengan pelat B (DKI Jakarta) dan L (Surabaya).
Sulitnya membedakan mana kendaraan yang cuma melintas, berwisata, dan yang menetap di Bali dalam jangka waktu lama, membuat tidak adanya data yang pasti dalam urusan yang satu ini.
"Jumlah kendaraan luar itu relatif. Mana yang pribadi, mana yang menetap, mana yang sekadar lewat, mana yang jadi turis di Bali. Makanya kami cuma punya data hasil dari razia gabungan," kata Santha.
Berdasarkan data yang tercatat di Bapenda Bali, memang kendaraan berpelat luar Bali dominan pelat B dan L selain pelat luar lainnya.
Hasil perhitungan pajak dari Bapenda Bali terhadap data jumlah kendaraan berpelat luar Bali, apabila 1.000 lebih kendaraan tersebut memutasi kendaraannya menjadi pelat Bali, maka Bali bakalan menerima pajak Rp 3,8 miliar.
"Itu menurut hitung-hitungan kasar saya. Jadi potensi pajak kalau kendaraan itu terdaftar sebagai wajib pajak reguler jumlahnya hampir Rp 4 miliar. Sekitar Rp 3,8 miliar," beber Santha.
Bisa Sampai Rp 300 M
Anggota Komisi II DPRD Provinsi Bali, AA Adi Ardhana, tak menampik bahwa saat ini kendaraan berplat luar Bali yang berdomisili di Bali jumlahnya terus bertambah.
Itu sebabnya, DPRD Provinsi Bali sempat membahas hal ini berkali-kali.
Adi Ardhana bahkan menyebut potensi pajak yang hilang akibat banyaknya kendaraan berpelat luar Bali yang berdomisili di Bali bukan hanya Rp 4 miliar per tahun.
Tapi bisa mencapai angka Rp 300 miliar per tahun.
Angka tersebut ia dapat dari hasil pengamatan di lapangan. Menurutnya, rata-rata jumlah kendaraan berpelat Bali dengan pelat luar Bali satu berbanding 10.
"Kalau pajak kendaraan bermotor saat ini Rp 2,9 triliun, maka 10 persennya kan Rp 300 miliar. Tapi itu hitungan kasar dan baru asumsi saya saja," kata politikus PDI Perjuangan ini.
DPRD Bali khususnya Komisi II, kata Gung Adi, memang sering kali menyoroti hal ini.
Dari hasil pembahasan tersebut terungkap sangat banyak kendaraan luar Bali yang beroperasi di Bali.
Bahkan menjadi kendaraan umum seperti taksi ataupun ojek online.
"Yang jelas itu dilarang. Tentunya Bali mengalami kerugian dari sudut PKB. Padahal pada perda pajak daerah, untuk mutasi atau BBN2, dan lainnya sudah dikenakan biaya sangat rendah," kata anggota dewan dari Puri Gerenceng, Denpasar, ini.
Razia Besar-besaran
Santha mengimbau pemilik kendaraan luar yang tinggal di Bali dalam jangka waktu lebih dari tiga bulan agar segera melakukan mutasi pelat kendaraan.
Sebab, pihaknya bekerjasama dengan pihak kepolisian, dan dinas perhubungan bakal menggelar razia besar-besaran khususnya mengenai pajak.
"Karena akan ada razia gabungan besar-besaran secara terpadu. Khusus kita akan melaksanakan razia gabungan di bidang pajak. Oleh karena itu saya mengajak dan mengimbau tolong diselesaikan dululah urusan perpajakannya," kata Santha.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, diatur bahwa kendaraan di luar pelat dimana dia beroperasi berturut-turut dalam tiga bulan harus sudah balik nama.
"Jadi kalau sudah tiga bulan itu sudah kategori kendaraan menetap," jelas Santha.
Dari hasil penelitian Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Bali mampu menampung kendaraan 5,1 juta unit dengan asumsi kendaraan menyebar di seluruh daerah.
Sementara jumlah kendaraan yang ada di Bali saat ini --yang sudah terdaftar sebagai wajib pajak-- sebanyak 3,5 juta unit.
Hasil pendataan dan cleaning data base yang terus dilakukan oleh Bapenda Bali, yang tercatat sebagai wajib pajak regional terbaru cuma 2,6 juta unit.
"Sisanya (lagi satu juta) ada yang sudah pindah ke luar Bali, ada yang rusak berat, ada yang hilang," beber Santha.
Maksimalkan E-Samsat
Banyaknya pemilik kendaraan di Bali yang belum memutasi pelat kendaraannya, menurut Adi Ardhana, kemungkinan karena infrastruktur yang digunakan dalam mendekatkan diri ke masyarakat belum memadai.
Ini terbukti dari banyaknya masyarakat yang menyampaikan keluhan terhadap banyaknya pembayar pajak yang harus berulang kali datang karena pelayanan Samsat sudah ditutup.
"Ataupun pembayar pajak di pelosok yang sulit menuju kantor layanan," kata Adi Ardhana.
Solusi yang bisa dilakukan, menurut dia, adalah dengan memaksimalkan pelayanan e-samsat.
Sebab, dengan sistem e-samsat, harusnya tidak ada lagi alasan sulit bayar pajak, dan tidak ada waktu.
"Semisal semua petugas pajak dibekali mobile banking BPD sehingga masyarakat dimanapun selama ada petugasnya dapat membantu membayarkan pajaknya," kata Adi Ardhana.
Apabila bisa diterapkan dengan baik, lanjut Adi Ardhana, masyarakat cuma perlu memohon cap pengesahan ke kantor Samsat dengan membawa KTP asli, dan meminta print out pembayaran.
"Selain itu, harus ada peningkatan jumlah kendaraan samsat keliling, menambah gerai pembayaran samsat, kerjasama dengan bumdes dan atau bahkan dengan kelihan dinas atau adat setempat," jelas Gung Adi.

Tribunenews

Related

Seputar Bali 535795235556003579

Post a Comment

emo-but-icon

item